Model Pembelajaran Problem Based Learning

Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning

Keterampilan berpikir kritis dan kreatif berperan penting dalam mempersiapkan peserta didik agar menjadi pemecah masalah yang baik dan mampu membuat keputusan maupun kesimpulan yang matang dan mampu dipertanggungjawabkan secara akademis. Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai problem solving diperlukan dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran yang dirancang dengan pendekatan pembelajaran berorientasi pada keterampilan tingkat tinggi tidak dapat dipisahkan dari kombinasi keterampilan berpikir dan keterampilan kreativitas untuk pemecahan masalah. Keterampilan pemecahan masalah merupakan keterampilan para ahli yang memiliki keinginan kuat untuk dapat memecahkan masalah yang muncul pada kehidupan sehari- hari. Peserta didik secara individu akan memiliki keterampilan pemecahan masalah yang berbeda.

Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) bertujuan mendorong siswa untuk belajar melalui berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari, atau permasalahan yang dikaitkan dengan pengetahuan yang telah atau akan dipelajarinya. Permasalahan yang diajukan pada model PBL, bukanlah permasalahan "biasa" atau bukan sekedar "latihan" yang diberikan setelah contoh-contoh soal disajikan oleh guru. Permasalahan dalam PBL menuntut penjelasan atas sebuah fenomena.

Dalam proses pembelajaran menggunakan pendekatan yang sistematik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari hari. PBL merupakan model pembelajaran yang memberikan berbagai situasi permasalahan kepada siswa dan dapat berfungsi sebagai batu loncatan dalam penyelidikan. Model PBL menyuguhkan situasi atau berbagai masalah otentik yang mendorong siswa untuk melakukan investigasi dan penyelidikan. Istiqomah (2018) mendeskripsikan pembelajaran berbasis masalah sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan masalah riil yang memiliki konteks dengan dunia nyata. Semakin dekat dengan dunia nyata, akan semakin baik pengaruhnya pada peningkatan kecakapan siswa.

Model pembelajaran ini dilandasi oleh teori konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistematis untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nantinya diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari-hari. Dalam pemerolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, dan bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah. PBL memeprsiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analistis dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai.

Mengacu pada pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah merupakan kerangka konseptual tentang proses pembelajaran yang menggunakan masalah-masalah riil dalam kehidupan nyata (otentik), bersifat tidak tentu, terbuka dan mendua untuk merangsang dan menantang siswa berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi yang dipelajarinya. Jadi adanya masalah nyata yang dipecahkan dengan penyelidikan dan diterapkan menggunakan pendekatan pemecahan masalah untuk memperoleh pengetahuan baru.

Model pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menggunakan berbagai kemampuan berpikir dari peserta didik secara individu maupun kelompok serta lingkungan nyata untuk mengatasi permasalahan sehingga bermakna, relevan, dan kontekstual (Tan Onn Seng, 2000). Adapun landasan teori pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah kolaborativisme, suatu pandangan yang berpendapat bahwa siswa akan menyusun pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dari semua yang diperoleh sebagai hasil kegiatan beriteraksi dengan sesama individu. Hal tersebut menyiratkan bahwa proses pembelajaran berpindah dari transfer informasi fasilitator kepada siswa menjadi proses konstruksi pengetahuan yang sifatnya sosial dan individual. Diharapkan proses tersebut menghasilkan yang lebih baik, karena menurut paham kontruktivisme, manusia hanya dapat memahami melalui segala sesuatu yang dikonstruksinya sendiri.


Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning

Karakteristik yang tercakup dalam PBL menurut Tan (dalam Amir, 2009) antara lain:

  1. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran
  2. Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill-structured)
  3. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple-perspective)
  4. Masalah membuat pembelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru
  5. Sangat mengutamakan belajar mandiri
  6. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja
  7. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif dan kooperatif, Karakteristik ini menuntut peserta didik untuk dapat menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi, terutama kemampuan pemecahan masalah.

Pada PBL guru berperan sebagai guide on the side daripada sage on the stage. Hal ini menegaskan pentingnya bantuan belajar pada tahap awal pembelajaran. Peserta didik mengidentifikasi apa yang mereka ketahui maupun yang belum berdasarkan informasi dari buku teks atau sumber informasi lainnya.

Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu (2005) dalam Aris Shoimin (2014:130) menjelaskan karakteristik dari PBM, yaitu:

a) Learning is student-centered

Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.

b) Autenthic problems from the organizing focus for learning

Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang autentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.

c) New information is acquired through self-directed learning

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasayaratnya sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya

d) Learning occurs in small group

Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha mengembangkan pengetahuan secara kolaboratif, PBM dilaksanakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penerapan tujuan yang jelas.

e) Teachers act as facilitators

Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Meskipun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong mereka agar mencapai target yang hendak dicapai.

Dari beberapa penjelasan mengenai karakteristik proses Problem Based Learning dapat disimpulkan bahwa tiga unsur yang esensial dalam proses Problem Based Learning yaitu adanya suatu permasalahan, pembelajaran berpusat pada siswa, dan belajar dalam kelompok kecil berkolaborasi dengan teman lainnya. Permasalahan bisa dimunculkan oleh siswa atau guru, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.

Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kelompok kerja sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesa, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterprestasi data, berdiskusi dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning memberikan pengalaman belajar kepada siswa. Dengan kata lain penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.

Bila pembelajaran yang dimulai dengan suatu masalah apalagi kalau masalah tersebut bersifat kontekstual, maka dapat terjadi ketidakseimbangan kognitif pada diri siswa. Keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu sehingga memunculkan bermacam-macam pertanyaan di sekitar masalah seperti "Apa yang dimaksud dengan?", "Bagaimana mengetahuinya?” dan seterusnya.

Bila pertanyaan-pertanyaan tersebut telah muncul dalam diri siswa maka motivasi instrinsik siswa akan tumbuh. Pada kondisi tersebut diperlukan peran guru sebagai fasilitator untuk mengarahkan siswa tentang "konsep apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah”, "Apa yang harus dilakukan” atau "Bagaimana melakukannya” dan seterusnya. Model pembelajaran Problem Based Learning akan melahirkan pengalaman belajar. Pengalaman belajar ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana berkembang pola pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia membelajarkan dirinya.

Siswa yang belajar memecahkan masalah akan membuat mereka menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa berhadapan dengan situasi dimana konsep tersebut diterapkan. Selain itu melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning siswa dapat mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilannya secara berkesinambungan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan, artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan aplikasi suatu konsep atau teori yang mereka temukan selama pembelajaran berlangsung. Model Pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, memotivasi internal untuk belajar dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.


Tujuan Model Pembelajaran PBL

Tujuan PBL adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan konsepkonsep pada permasalahan baru/nyata, pengintegrasian konsep Higher Order Thinking Skills (HOT’s), keinginan dalam belajar, mengarahkan belajar diri sendiri dan keterampilan (Norman and Schmidt).

Tujuan yang ingin dicapai oleh PBL adalah kemampuan siswa untuk berpikir kreatif, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah malalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.

Berikut ini beberapa tujuan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL):

a) Mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah

Proses-proses berpikir tentang ide-ide abstrak berbeda dari prosesproses yang digunakan untuk berpikir tentang situasi-situasi dunia nyata. Resnick menekankan pentingnya konteks dan keterkaitan pada saat berpikir tentang berpikir yaitu meskipun proses berpikir memiliki beberapa kasamaan antara situasi, proses itu bervariasi tergantung dengan apa yang dipikirkan seseorang dalam memecahkan masalah

b) Belajar peran orang dewasa

Problem Based Learning (PBL) juga dimaksudkan untuk membantu siswa berkinerja dalam situasi-situasi kehidupan nyata dan belajar peran-peran penting yang biasa dilakukan oleh orang dewasa. Resnick mengemukakan bahwa bentuk pembelajaran ini penting untuk menjembatani kerjasama dalam menyelesaikan tugas, memiliki elemen-elemen belajar magang yang mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga dapat memahami peran di luar sekolah.

c) Keterampilan-keterampilan untuk belajar mandiri

Guru yang secara terus menerus membimbing siswa dengan cara mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan memberi penghargaan untuk pertanyaan-pertanyaan berbobot yang mereka ajukan, dengan mendorong siswa mencari solusi/penyelesaian terhadap masalah nyata yang dirumuskan oleh siswa sendiri, maka diharapkan siswa dapat belajar menangani tugas-tugas pencarian solusi itu secara mandiri dalam hidupnya kelak.


Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based Learning

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, sebagaimana model PBL juga memiliki kelebihan dan kelemahan yang perlu dicermati untuk keberhasilannya.

Kelebihan model ini menurut Akinoglu & Tandogan (2006) antara lain:

  1. Pembelajaran berpusat pada peserta didik;
  2. Mengembangkan pengendalian diri peserta didik;
  3. Memungkinkan peserta didik mempelajari peristiwa secara multidimensi dan mendalam;
  4. Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah;
  5. Mendorong peserta didik mempelajari materi dan konsep baru ketika memecahkan masalah;
  6. Mengembangkan kemampuan sosial dan keterampilan berkomunikasi yang memungkinkan mereka belajar dan bekerja dalam tim;
  7. Mengembangkan keterampilan berpikir ilmiah tingkat tinggi/kritis;
  8. Mengintegrasikan teori dan praktek yang memungkinkan peserta didik menggabungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru;
  9. Memotivasi pembelajaran;
  10. Peserta didik memeroleh keterampilan mengelola waktu;
  11. Pembelajaran membantu cara peserta didik untuk belajar sepanjang hayat.

Adapun kelemahan-kelemanan dari penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning adalah sebagai berikut (Sanjaya, 2006:221)

  1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau siswa berasumsi bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka akan merasa enggan untuk mencoba
  2. Keberhasilan model pembelajaran melalui Problem Based Learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan,
  3. Tanpa pemahaman mengapa siswa berusaha memecahkan masalah yang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang ingin dipelajari.




Sintaks atau Langkah-langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Problem Based Learning

Arends dalam istiqomah (2018:210) merinci sintaks atau langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learing dalam 5 fase. Fase-fase tersebut merujuk pada tahap-tahapan sebagai berikut:

Fase

Aktivitas Guru

Aktivitas Siswa

Fase 1 : Mengorientasikan siswa pada masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran; Menjelaskan logistic yang diperlukan;
memotivasi siswa terlibat aktif pada
aktivitas pemecahan masalah yang
dipilih

Mengamati dan menelaah fenomena yang disajikan guru dan mengidentifikasi masalah melalui kegiatan diskusi

Fase 2 : Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Membantu siswa membatasi dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi

Berkelompok dan berkolaborasi untuk menyelesaikan tugas, memecahkan masalah yang disajikan

Fase 3 : Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

Mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk penjelasan dan pemecahan

Melakukan penyelidikan baik dengan membaca buku, menelaah data dari berbagai referensi seperti buku, majalah, ensiklopedia, Koran, internet, wawancara dll

Fase 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Mengolah hasil temuannya baik berupa data, informasi, maupun alasan logis serta menyusunnya dalam bentuk laporan tertulis dan lisan baik berupa makalah, mind mapping atau infografis

Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses

Membantu siswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama berlangsungnya pemecahan masalah. Guru juga memberikan penguatan dan membimbing siswa membuat simpulan

Secara bergantian, setiap kelompok mempersentasikan hasil kerjanya; kelompok lain memberikan tanggapan baik berupa pertanyaan, tanggapan, maupun usulan. Kegiatan dilanjutkan dengan merangkum/membuat kesimpulan sesuai dengan masukan yang diperoleh dari kelompok lain


Dari 5 fase atau tahapan-tahapan di atas, dapat dilihat bahwa guru mengawali pembelajaran dengan menjelaskan tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran, mendeskripsikan, memotivasi siswa untuk terlihat pada aktivitas dalam kegiatan mengatasi masalah. Berdasarkan masalah yang dipelajari, siswa berusaha untuk membuat rancangan, proses, penelitian yang mengarah ke penyelesaian masalah, sehingga membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman nyata, kemudian siswa mengidentifikasi permasalahan dengan cara apa saja hal-hal yang diketahui, yang ditanyakan, dan mencari cara yang cocok untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dalam menginvestigasikan dan menyelesaikan masalah, dalam prosesnya siswa menggunakan banyak keterampilan sehingga termotivasi untuk memecahkan masalah nyata dan guru mengapresiasi aktivitas siswa sehingga senang bekerjasama.

Selanjutnya dengan tahap-tahap pembelajaran Problem Based Learning (PBL) di atas dapat dijelaskan dengan memberikan masalah pada awal pembelajaran, siswa diberikan kesempatan untuk mendiskusikannya agar dapat menentukan kata-kata kunci apa yang dimaksud dalam soal tersebut, guru membantu siswa mengkonseptualisasi kembali materi sebagai masalah, dan siswa harus menentukan lebih dari satu kata kunci dengan pertanyaan dengan materi dan merumuskan dugaan dan analisis. Kemudian siswa baik secara individu ataupun kelompok kecil menentukan masalah apa yang ingin mereka investigasikan, sumber dan cara yang akan digunakan untuk menyelesaikan investigasi, dan apa yang akan mereka hasilkan, masalah yang harus siswa selesaikan harus bermakna, relevan dengan topik. Pada bagian akhir siswa menyelesaikan investigasi dan siap menampilkan apa yang mereka telah kerjakan atau temukan.

Penilaian Pembelajaran Berbasis Masalah

Penilaian dilakukan dengan memandukan tiga aspek penilaian yang mencakup pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan ketrampilan (skill). Penilaian pengetahuan dapat dilakukan dengan Teknis Test maupun Non Test melalui butir – butir soal maupun penugasan. Penilaian ketrampilan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.

Penilaian pembelajaran dengan (knowledge) dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dengan Model Problem Based Learning dilakukan dengan cara Penilaian diri (self-assessment) dan peer-assessment. Penilaian diri (Self-assessment) dilakukan oleh siswa itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai oleh siswa itu sendiri dalam belajar sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan. Peerassessment yaitu penilaian yang dilakukan dimana pembelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya.

1 Comments

Terimakasih untuk anda telah berkomentar di postingan ini

Post a Comment

Terimakasih untuk anda telah berkomentar di postingan ini

Previous Post Next Post